Oct 30, 2016

Menghargai Sebuah Karya

Cerita ini mulai gue susun dari Agustus 2016. Dimana gue melihat sebuah tweet dari Mr. Pandji Pragiwaksono yang akan melaksanakan World Tour keduanya. "Juru Bicara" Mr. Pandji memberi nama Tour nya. Dan gue tau kalau Juru Bicara di bulan agustus ini bakal diadain di Yogyakarta, kota yang sekarang jadi tempat gue untuk menuntut ilmu. Sebenernya, gue sudah mempersiapkan untuk hadir di acara tersebut saat pandji mulai memberi sedikit bocoran kalau Juru Bicara bakal diadain di Jogja bulan Agustus. Exicted, iya gue begitu penasaran dengan Tour Stand Up nya pandji. Gue sudah melewatkan tour yang sebelumnya, messake bangsaku. Sedih, iya, karena gue tau dia adalah orang yang begitu cerdas dalam berkomedi.

Tapi, Juru Bicara Yogyakarta juga gagal buat gue satroni. Pas banget waktu itu gue ada kerjaan jadi bagian dari Dieng Culture Festival. Dua acara yang gak akan bisa di lewatkan. Gue sudah melewatkan 3 kali DCF di tahun-tahun sebelumnya Dan saat ada kesempatan itu gue harus ambil. Bukan sebagai peserta, tapi sebagai orang yang langsung terjun di acara tersebut. Begitupun dengan gagalnya gue nonton Juru Bicara Pandji di Yogyakarta. Sedih.....

Sempet kefikiran buat hadir di Juru Bicara Jakarta Desember nanti. Tapi, dengan berbagai macam pertimbangan-pun gue batalkan. Sebenernya masih ada beberapa kota lagi yang bakal Juru Bicara datengin. Ada Jakarta, Balikpapan, Makassar, dan Surabaya. Kayak mau ngasih sedikit kejutan apalagi soal berapa tiket yang nanti bakal gue keluarkan untuk sebuah World Tour. Yang ada di otak gue, gue harus bayar mahal untuk tour stand up yang keliling dunia. Tapi, menurut gue itu gak masalah. Selagi kita punya tujuan untuk menghargai karya seseorang. Mungkin benar kata pepatah perlu ada harga yang pantas, untuk sebuah karya yang sudah mendunia. Buat gue, Pandji jadi satu-satunya pelawak yang udah pernah keliling Indonesia bahkan keliling dunia. Pantes kalau mas Pandji sering membanggakan dirinya yang jadi satu-satunya pelawak Indonesia yang pernah Tour Keliling Dunia.

Surabaya ternyata jadi pilihan gue untuk menikmati karya yang maestro Stand Up yang membahas Sosial Politik. Yang gue lihat di televisi, Pandji bukan jadi seorang komika yang lucu dengan tema beratnya. Dia cenderung serius dengan segala jenis tema yang dia bahas. Gue sempet youtube cuplikan-cuplikan dia lagi stand up. Tapi, setelah gue baca beberapa bukunya yaitu "Nasional Is Me, Berani Mengubah, dan Menemukan Indonesia". Yang buat gue tercengang adalah, Pandji mungkin jadi satu-satunya komikus yang begitu mencintai Indonesia dengan segala keterbelakangannya.

Balik lagi soal Juru Bicara, Gue telah menyelesaikan beberapa persiapan menuju Surabaya. Dari mulai tiket show, sampe tiket kereta dan tiket akomodasi selama disana. Dan gue juga bakal punya pengalaman super keren karena gue pertama kali bakalan nonton standup dengan standart dunia. Pasti ini bakal jadi pengalaman yang super keren.

Sampai di Kota Surabaya saat peringatan sumpah pemuda, 28 Oktober 2016 semakin buat gue yakin kalau Pandji tidak salah memilih Surabaya sebagai destinasi berikutnya. Tinggal tersisa 3 kota lagi di Indonesia.Ada Jakarta, Makassar, dan Surabaya yang tentunya jadi pilihan gue.

Awalnya gue merasa sedikit kecewa. Gue agak sedikit kecewa sama panitia dalam pemilihan tempat acara. Kenapa Show sekelas WORLD TOUR harus ditempatkan di gedung(yang) bisa dibilang kaya gedung serba guna yang biasa dipake nikahan. Kenapa? karena pas gue dateng buat penukaran tiket, siangnya ada nikahan. COCOK. Agak sedikit gue bandingkan dengan harga tiket yang sama dengan kota yang gagal gue tonton, Yogyakarta. Dengan harga tiket yang sama, gue bisa menyaksikan Show bertaraf dunia di sebuah auditorium yang memang diperuntukkan show kelas atas. Tapi Surabaya tidak. Gue nonton di gedung nikahan + kursi kaya wisudaan, udah gitu gerah lagi. Gak kaya di jogja. Kalau gak pecaya bisa cari lewat om gugel.

Tapi, setelah show mulai kekecewaan gue soal teknis mulai mereda. Dibuka oleh Opener Comic dari Ngawi yang cukup menghibur meskipun jokes nya kurang nyampe. Not bad lah buat seorang Opener Lokal. Dilanjut sama perform Indra Frimawan yang punya label juara 3 salah satu kompetisi stand up comedy. Indra juga cukup buat seisi gedung ketawa ngakak. Meskipun gue engga terlalu ketawa saat denger jokesnya. Dan, Akhirnya yang gue tunggu naik ke atas panggung. Pandji PRagiwaksono memulai show dengan ciamik. Dia buka dengan sedikit membahas jokes dari opener kedua.

Sepanjang Show, Pandji menurut gue mampu membawa suasana penonton yang ada malam itu jadi cair meskipun tema yang ditawarkan lumayan berat. Gue baru pertama kali denger dan liat show stand up dengan tema yang bahas tentang RATING, HAM, KERUSAKAN ALAM, Bahkan sampai SEX EDUCATION dan PENDIDIKAN INDONESIA yang dirasa belum mampu mengatasi semuanya. Iya Gue banyak sependapat sama apa yang Pandji bawakin malam itu. Meskipun ada juga gue gak sependapat.

Dan yang paling gue inget dari show Pandji 29, oktober 2016 adalah soal KARYA. Dimana bangsa ini masih takut untuk memulai menjadi seorang (Pe)Karya dan berhenti menjadi (Pe)Kerja. Gimana caranya Pandji cuma ngomong harus berkarya tapi kita sendiri takut buat berkarya? Bisa aja kan kita ikut seminar-seminar motivasi yang bikin kita makin percaya diri buat berkarya dan memasarkannya ke penikmat dengan pede. Sayang, bukan itu jawabannya. Sedikit Lebih Beda, Lebih Baik. Daripada Sedikit Lebih Baik. Intinya, karya kita itu harus beda. Mungkin buat yang dateng ke Show nya Pandji akan mengamini dan membenarkan statement ini.

Begitupun soal HAM dan Rating TV. Kita perlu data kongkrit soal ini. Gak semua orang bisa ngomong soal HAM kalau kita gak tau bahkan gak jadi saksi nyata di tempat kejadian. Begitupun dengan Rating. Mungkin hanya mereka yang berada dibalik layar televisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi yang tentunya belajar soal ini yang bakal tau soal permainan rating yang ada di Tv. Gue mengamini dan setuju soal rating ini karena gue belajar dan sedikit mengkaji soal Rating.

Intinya, semua pengalaman baru ini juga membuka wawasan gue yang selama ini masih bisa dibilang sedikit. Kita masih perlu banyak membaca buku, membaca kehidupan dari pengalaman. Biar kita gak merasa terus di-begoin. Apalagi sama mereka-mereka yang punya kepentingan lebih disana. Seengaknya kita tau harus ngapain. Kalaupun harus teriak kita tau harus teriak kemana.

Menurut gue, menghargai karya orang lain akan membuat kita belajar bahwa berkarya itu cukup sulit. Kalau gagal dalam berkarya jangan gampang menyerah, jadilah beda. Karena berkarya gak cukup sekali. Perlu belajar dan belajar untuk terus berkarya. Good Job Mr. Pandji!

0 comment: