Oct 2, 2016

Jangan Malas Menggali Bakat Yang Kita Miliki

Belakangan, banyak suara yang masuk ke telinga gue, bilang kaya gini;

"Nas, Kok elo sibuk banget sih jarang di kos?"
"Nas, Kok elo cuma sebentar sih kalau di kos?"

dan ada juga
"Nas, elo nih sibuk banget sih...."

Menurut kalian, gimana kalian merespon pertanyaan dan pernyataan yang bilang kalau (kita) sibuk? Buat gue, jawabannya sederhana. Karena gue adalah orang yang gak pernah bisa membiarkan waktu begitu saja tanpa mengerjakan sesuatu hal apapun. Terdengar naif memang. Tapi, ada yang kurang kalau gue cuma membiarkan waktu lewat begitu saja. Apalagi cuma buat dihabisin sama hal-hal yang kurang begitu jelas faedahnya. Kurang jelas deh manfaatnya buat diri sendiri.

Dulu, awal-awal kuliah gue begitu menikmati masa dimana gue menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah - Pulang - Kuliah - Pulang). Hampir beberapa semester gue merasakan siklus itu. Lama kelamaan gue merasa bosan. Bayangin aja kurang lebih 9-10 jam gue menghabiskan waktu di kampus. Sisanya? ya buat ngerjain tugas dan istirahat aja. Setelah masuk semester akhir, gue mulai merasakan sebuah kebosanan yang begitu menyerang ulu hati *ini lebay*. Gue yang di semester akhir ini masih merasakan kuliah 14 sks mulai merasa aktivitas gue setiap hari nya begitu membosankan.

Dari Sma sampe sekarang gue begitu mencintai segala sesuatu yang berbau dengan fotografi. (Dulu) waktu gue masih punya kamera pendukung, tiada hari tanpa melewatkan hunting sekalipun. Entah itu hunting dimana dan dengan siapa. Gak peduli ada penghambat atau engga. Yang penting gue hunting foto demi menambah perbendaharaan stok foto yang ada di laptop. Karena gue mulai menyadari gue punya (sedikit) bakat di bidang itu. Dan sampe sekarang gue terus mengasah skill di bidang fotografi. Dari sekedar foto untuk memenuhi kepuasan sendiri hingga foto yang dapat menghasilkan receh untuk menambah pemasukan gue. 

Selain itu, kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi memang mendukung gue untuk terus mengembangkan diri di dunia fotografi. Meskipun kelasnya masih amatir. Tapi gue bangga, gue punya beberapa portofolio yang bisa gue tunjukin ke anak-anak gue kelak.

"Nak, ini karya ayah. Dulu pernah dapet juara 3 lomba foto nasional."
Foto ini jadi salah satu masterpiece karena sudah menghasilkan sebuah penghargaan.


Sombong? Gapapa sombong yang penting punya karya selama hidupnya. Meskipun karya itu cuma bisa di nikmati oleh diri sendiri. Daripada Sombong tapi gak punya karya satu pun. Atau lebih parahnya lagi gak punya karya tapi suka menghakimi karya orang lain dengan komentar-komentar jeleknya. Ya gitu deh manusia.

Balik lagi ke soal bakat diri sendiri, terutama bakat di diri gue. Ternyata baru gue sadari bakat tidak hanya muncul begitu saja. Bahkan tuhan tidak langsung menyuntikan bakat ke dalam diri kita dari bayi, bahkan saat masih embrio, atau saat orang tua kita baru merencanakan gaya apa yang akan digunakan *eh. Iya, bakat diri kita ya cuma kita yang bisa tentuin, bisa kita buat, dan bisa kita latih. Kalau mau punya bakat nyanyi dengan suara merdu ya berlatih supaya bisa nyanyi dengan suara merdu. Begitupun dengan bakat-bakat lainnya yang tercecer hampir di seluruh sudut di bumi ini. Kita memang punya bakat untuk berbicara. Tapi ingatkah saat kita masih kecil, kita dilatih untuk belajar berbicara oleh orang tua kita? dengan sabar mereka melatih kita untuk berbicara dari kata-kata yang sederhana.

"Ayah"
"IBU"

Dan banyak kata-kata lainnya. Lalu, seiring dengan berjalannya waktu kita tumbuh dan berkembang dalam berbicara. Baik dari segi kosa kata maupun nada berbicara. Dan seiring berjalannya waktu pula bakat berbicara yang dilatih oleh orang tua kita (dulu) menjadi suatu kebiasaan hingga sekarang. Begitu pun dengan bakat-bakat lainnya. Kalau kita malas buat mencari lalu mengasah dan melatih bakat yang ada tentunya sulit untuk tumbuh dan berkembang. Bahkan untuk menjadi sebuah bakat yang spesial. Jangan takut bakat yang kita miliki itu bakat yang gak spesial di mata orang lain. Dan, banggalah dengan bakat yang kita miliki saat ini. Jangan juga mudah puas dengan bakat yang sudah kita miliki. Jangan perduliin juga apa kata orang yang bisanya cuma komentar. 

Jadi manusia dengan seribu bakat yang berkembang itu mengasyikan daripada kita hanya punya satu bakat tapi hanya berhenti di titik yang sama. Atau bahkan kita tidak memiliki bakat dalam diri tanpa mau mencari dan mencari. Hmm, menarik. Kalau gue sih selagi masih diberi kesempatan untuk bernafas, dikasih kesempatan untuk melihat, dikasih kesempatan untuk berjalan gue bakal pergunain buat terus cari bakat yang sesuai dan bisa membuat diri gue semakin berkembang kedepannya. Selaat Bersahabat dengan Si Bakat!

0 comment: