Nov 12, 2015

Waktu yang (mulai) Hilang

Ingatkah kita jaman masih kecil dulu? jaman yang selalu bikin kita bahagia, bikin kita nangis, bahkan jaman yang bikin kita sering dijewer telinganya karena pulang ke rumah sebelum magrib atau karena baju yang awalnya berwarna cerah terus pas pulang ke rumah warna nya berubah jadi gak jelas arah dan tujuan perubahan warna itu. Inget gak? kalau gak inget coba inget-inget lagi deh. Kalau udah inget jangan sampe ketawa-ketawa sendiri yaa ngingetnya. hihihi.

Kalau ngelamun ke masa kecil dulu, rasanya emang kurang afdol kalau kita engga sambil senyum-senyum bahkan sampe ketawa-ketawa gitu. Rasanya ada rasa bahagia tersendiri mengingat itu semua. Ada hal yang engga mungkin bakal terulang di masa itu. Emang hidup ini adil. Cukup satu kali masa itu terjadi dengan kondisi dan keadaan yang bener-bener asli gue, elo, dan kita rasain. Pasti bakal terbesit sebuah keinginan dan bakal terucap "gue pengen balik lagi ke masa kecil gue." Kok bisa? coba elo kembali ke paragraf satu baca, pahami, dan renungi. Atau tetep baca di paragraf gue yang selanjutnya.

Pertama kali gue tinggal hidup sendiri tanpa campur tangan orang tua (walau masih ngemis duit sama orang tua) itu pas gue mulai merantau di Jogja. Percaya gak percaya itu awal dari hidup kita untuk hidup yang benar-benar berkualitas. Kenapa? karena hidup kita ya kita sendiri yang tentukan. Kemana kita melangkah ya itu pilihan kita. Bukan lagi atas dasar suruhan bahkan paksaan dari orang tua pas kita sekolah dan tinggal bareng orang tua. Hal kaya gini persis sama apa yang kita rasain di masa kecil kita. Kita bebas melangkah kemanapun dan dengan siapapun kita main, bergaul, bahkan sampe berbagi cerita. Yang jadi pembedanya, masa kecil dulu kita belum ngerti apa itu sebuah permasalahan, sebuah persaingan, bahkan sebuah politik. Setelah lulus SMA, masa untuk kita cari kemana kehidupan kita lah yang dibutuhkan. Saat kita salah memilih jalan, kita punya cara buat balik lagi ke jalan yang sesuai. Terus dengan fase yang sama, tapi dengan pilihan kita sendiri.

Pertama kali  gue tinggal di Jogja, rasanya belum waktunya gue juga lepas dari temen-temen sepermainan gue di jaman sekolah dulu. Entah itu temen di sekolah ataupun temen di rumah. Intinya temen ngumpul deh. Bahkan temen yang dari kecil bareng-bareng sekalipun rasanya gue belum bisa lepas. Masih ada keinginan untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi bahkan keinginan untuk bertemu yang masih tinggi.

Tapi, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia gue mulai merasakan ada sesuatu yang berubah. Berubah jauh engga kaya kita ngerasain apa yang kita rasain di masa kecil itu. Bukan masalah uang kamu seberapa banyak buat beli segala sesuatu yang mendukung untuk melakukan sebuah pertemuan dengan temen dan sahabat gue. Sekarang, masalahnya adalah soal waktu. Coba liat seberapa sering kita main sama temen-temen kita, terus kita bandingin sama masa kecil gue. Seberapa sering kita pergi main, pergi ngobrol dari pagi buta sampai waktu menjelang adzan magrib. Jangankan ketemu untuk waktu yang selama itu, untuk waktu beberapa jam aja sulit. Perlu adanya pengaturan moment yang tepat untuk kedua pihak.

Pernah gak sih kita kefikiran untuk mengulang waktu yang sama? sekedar ngobrol sambil nge teh aja misalnya atau sambil ngopi gitu. Terus sambil cerita masa kecil kita dulu. Bukan terus bahas bisnis dan planning kedepan atau bahkan terus nunduk dengan layar gorilla glass  kita atau sejenisnya. Ngobrol dengan kualitas dan kuantitas. Tanpa adanya kesulitan menyamakan momen dan waktu. Tanpa banyak wacana yang terbuang gitu aja?

Sulit kayanya buat mengembalikan waktu yang mulai hilang sekarang ini. Sulit buat gue rasanya merasakan bermain bersama dengan durasi tak terbatas tetapi dibatasi oleh orang lain. Sulit mengembalikan momen itu. Semakin bertambahnya usia, semakin bertambah juga kesibukan dan keinginan  untuk mengejar mimpi masing-masing. Bahkan mimpi kekanak-kanakan.

"Kalau udah gede nanti aku mau jadi dokteeerr."

"Kalau udah gede nanti aku mau jadi tentaraaaa."

"Kalau udah gede nanti aku mau pergi ke bulaan."

Gak ada mimpi kekanak-kanakan yang pengen ketemu temen atau sahabatnya masa kecil dulu. Pas sama-sama masih suka main bola sampe larut magrib atau pas ujan gede, ataupun main di sungai sampe pulangpun basah-basahan, atau saling ledek-ledekan nyebut nama orang tua karena siapa yang paling banyak nama orang tuanya disebut berarti orang tua kita terkenal. Bukan  kaya sekarang yang saling berlomba update ditempat bonafit dengan harga selangit. Check in sana sini di rumah makan mewah atau hotel ternama. Upload foto di lobi hotel kelas atas. Atau OOTD di depan rumah mewah yang di lewatin pas mau kuliah.

Bukan gue munafik akan hal kaya gitu. Terkadang untuk waktu yang berkualitas tapi minimalis itu sulit. Butuh di tempat makan yang enak dulu baru kita bisa kumpul semua. Padahal, sahabat yang baik adalah sahabat yang saling berkunjung. Sekedar ingin berkunjung atau hanya ingin tau keseharian sahabatnya, bahkan hanya sekedar menanyakan hal-hal pribadinya kaya pacar yang setelah kita tau terus kita ciye-in karena dia dekat dengan wanita ataupun sebaliknya, ketawa-ketawa berbagi pengalaman yang epic di perantauan kita, atau bahkan sampai cerita soal jodoh masing-masing. Seru kan. Karena waktu gak bisa diganti di waktu lainnya. Karena waktu yang hilang gak akan kembali. Karena semakin kita bertambah dewasa, berarti akan besar kemungkinan kita akan semakin hidup masing-masing. Entah dengan pekerjaannya, keluarganya, atau bahkan mimpi-mimpi lain yang belum tercapai.
sumber: microcyber2.blogspot.com

0 comment: