Oct 31, 2016

Bukan (Jadi) Alasan

Malam ini gue membaca sebuah postingan salah satu dosen gue di kampus. Isinya adalah tentang mahasiswa yang jadi tanggung jawab dosen gue ini. Dia ingin mengundurkan diri dari kampus. Bukan karena masalah finansial, bukan juga engga mampu kuliah, tetapi hanya karena alasan kurang motivasi kuliah. Gue agak sedikit menggeleng-gelengkan kepala aja bacanya. Bahkan gue cenderung pengen nyolok dua mata dia yang ngundurin diri dari kuliah cuma karena kurang motivasi buat kuliah. Terus sambil teriak di depan muka sama di depan orang tuanya "ELO KURANG BERSYUKUR."

Gue selalu membenci mereka yang punya 1001 alasan untuk tidak kuliah. Dari alasan yang cukup banyak kemudian akan mengerucut menjadi satu alasan yang sangat begitu klasik "Aku Malas kuliah karena kurang motivasi." 


Buat gue, kurang motivasi itu bukan jadi alasan terbesar untuk menyelesaikan tanggung jawab kita di kampus. Kuliah udah jadi tanggung jawab diri kita. Orang tua cuma menitipkan mandat dan berusaha mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk membiayai anaknya sekolah. Harapan kedua orang tua bahkan cenderung sederhana. Hanya Ingin Anaknya Memiliki Pendidikan lebih baik. Bukan mengarapkan anaknya kelak saat sudah sukses lalu harus mengganti semua biaya yang sudah dikeluarkan orang tua untuk anaknya, bukan itu. Orang tua mana sih yang gak bangga punya anak dengan pendidikan yang tinggi apalagi kalau kelak anaknya jadi anak yang begitu sukses. Dan orang tua mana yang tidak kecewa saat anaknya mengatakan "Mah, pah aku ingin berhenti kuliah. Aku kurang motivasi untuk kuliah." Pasti kecewa. Kecewa berat orang tua mendengar permintaan anaknya itu.
Bukan pengen membandingkan antar semuanya. Gue merasa kok orang-orang yang kaya gitu adalah orang yang kurang banyak bersyukur. Bayangin aja kalau hidup kita semua begitu difasilitasi kedua orang tua kita. Kita pengen sekolah dimana aja diturutin, kita mau beli apa aja dibeliin, bahkan kita punya harapan dan keinginan apapun bakal diwujudin. Harunsya, orang yang seperti ini (sedikit) diasingkan dengan melempar dia jauh dari kehidupan nyata yang serba (ke)enak(an). Harus banyak belajar soal hidup. Terutama dari orang-orang yang ada jauh di bawahnya. 

Bayangin kalau elo punya hidup terbalik. Jangankan buat kuliah di kampus swasta yang paling top, buat makan aja elo harus banting tulang sana sini. Demi makan. Atau mungkin kedua orang tua elo berantakan dan itu buat elo harus milih mau hidup sama siapa (?). Dan bahkan elo hidup dari banyak tuntutan.  Tuntutan buat cepet kerja biar bisa punya penghasilan sendiri atau buat ngidupin adik dan orang tua elo. Gimana? 

Sebenernya sih simple. Kita perlu belajar tiap detiknya sama kehidupan. Kita belajar bukan sama yang diatas kita, tapi belajar sama yang berada di bawah kita. Belajar juga untuk membalik hidup kita dan selalu ucapkan "gimana kalau aku kaya dia." Motivasi terakhir sudah gue tanamkan setelah gue mendapatkan berbagai macam pengalaman kehidupan yang (mungkin) gak bakal dialami sama semua orang. Buat gue, bukan jadi sebuah alasan kalau berhenti menyelesaikan study atau kuliah kita hanya karena alasan sepele, kurang motivasi kuliah. Agaknya, kita harus cepet-cepet belajar bersyukur sedikit demi sedikit biar punya motivasi lebih buat kuliah. Semangat ya dek, jalan kamu masih panjang. Ini bukan tentang kuliah, apalagi soal motivasi. Ingat, waktu terus berjalan kok.

0 comment: