Sep 5, 2015

Yang Terlupakan

Selamat datang semester 5.

Yaa.. Semester yang semakin menunjukkan kalau gue udah mulai semakin menuju dewasa (re: tua). Dewasa dalam berfikir, dewasa dalam bertindak, dan dewasa dalam menggunakan rupiah. Ah males bahas rupiah. Lagi mahal (katanya) kalau diitung pake dollar. Tunggu!! Gue bukan mau bahas soal dollar, gue juga gamau bahas harga-harga di pasar yang naik. Gue gamau bahas itu. Biar itu ada menteri yang ngurusnya.

Semester 5, berarti gue udah hampir dua tahun atau bahkan udah dua tahun di negara perantauan. Tempat dimana gue menuntut ilmu agar kelak bisa jadi orang besar semacam menteri yang duduk manis di gedung mewah beserta fasilitas mewah lainnya. Tapi, gue gamau jadi menteri yang korup. Dosa. Iya, gue dua tahun di perantauan nuntut ilmu.

Kalau mau flashback ke dua tahun yang lalu, mungkin masih belum  apa-apa buat gue flashback. Sukses aja belum. Apa yang mau di flashbackin? Tapi tunggu dulu, gue punya kisah di masa lalu yang bisa buat dikenang kok. Gini ceritanya. Dua tahun yang lalu,  gue lulus dengan  predikat yang cukup baik di sekolah abu-abu gue. Lulus dengan nilai yang bisa dibilang cukup buat modal jadi seorang mahasiswa kece dengan gaya bahasa yang lebih berat nantinya. Dengan bangganya gue mendaftarkan diri melalui jalur berprestasi untuk salah satu universitas ternama punya negara di tempat gue merantau saat ini.

Setelah mendaftar itu gue dengan bangga jawab kalau ditanya tetangga atau di tanya buk Rt. Dengan gaya yang (sedikit) agak songong. pffttt.

"Nanti, dek Nasuha mau kuliah dimana?"

"kuliah di UGM doong. Kan itu kampus keren"

"Waah, keren doong ya"

Begitulah sepenggal cerita antara gue dengan para tetangga gue.

Di lingkungan gue, kuliah di luar kota adalah salah satu keistimewaan. Karena gue berada diantara mereka yang (maaf) sedikit buta dengan dunia luar. Wong belanja di Royal aja udah disebut kota (buat yang dari sedaerah sama gue mungkin tau nama itu). Apalagi sampe keluar kota kaya ke Jakarta, Bandung, Yogyakarta, ataupub sampe ke Medan sana. Yaa.. Gue sedikit bangga bisa mendaftarkan diri disana. Dan gue termasuk salah satu orang yang beruntung bisa dan akan melanjtukan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

Singkat cerita, pengumuman itu ada dan hasilnya sedikit bikin gue kecewa. Gue gagal masuk dan jadi mahasiswa di universitas yang di cita-citakan. Walaupun gue udah punya cadangan di salah satu Universitas yang juga sekarang jadi tempat gue mencari ilmu. Tujuannya satu "Bisa Merantau." Iyaa, gue harus merantau. Biar gue gak kalah sama pengalaman. Gapercaya? Coba baca ini. Tujuan awal gue merantau karena itu. Biar gue gak buta pengalaman kalau gue terjun ke dunia kerja yang serba keras. Apalagi gue juga setidaknya udah sedikit banyak makan asam garam hidup di Ibu kota. Walau cuma pulang pergi. tapi gue tau kalau Ibu kota atau tinggal di kota-kota besar itu keras.
Sumber: berbaktikeorangtua.com

Gue baru menyadari kenapa gue gagal di Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2013. Jawabannya simple, gue lupa satu hal doa orang tua.

Kenapa doa orang tua?

Berdasarkan agama yang gue anut, disebutkan bahwa "Ridho Allah Tergantung Ridho Orang tua, dan Murka Allah Tergantung Murka Orang tua" atau adalagi "Surga di Telapak Kaki Ibu."

sumber: myfitriblog.wordpress.com
Dan ternyata hal itu benar adanya. Beberapa hal gue menyadari akan hal itu dan termasuk sama hasil SNMPTN yang gue terima. Gue daftar perguruan tinggi tanpa adanya restu dari orang tua. Gue terlalu ikut apa kata guru di sekolah. Emang sih guru adalah orang tua kita di sekolah. tapi guru cuma sebatas memberi ilmu di sekolah. Setelah itu? Seorang guru pun kembali pada kodratnya sebagai orang tua bagi anaknya masing-masing di rumah. Walau mereka orang tua kedua, tapi guru tetaplah guru dan orang tua tetap jadi yang pertama. Ridho tuhan bukan ada pada guru, tapi pada ridho orang tua. Sebagaimanapun orang tuamu, mereka tidak akan menjerumuskan anaknya pada sebuah jerami yang terdapat banyak jarum didalamnya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya berhasil.

Hal ini terbukti saat gue memilih ingin berkuliah dan rela melepas salah satu jurusan di universitas yang sama. Kenapa? Karena doa dan restu dari orang tua. Selain itu, gue juga bisa terus cari ilmu sekarang itu karena orang tua. Karena kerja keras orang tua juga. Gue percaya kalau doa orang tua itu amat sangat sakti daripada apapun.

sumber: negtari.wordpress.com
Sering gue lupa bahwa hadirnya orang tua itu cuma tempat kita minta duit aja. Kadang juga marah kalau keinginan gue engga diturutin. Tapi, gue lupa kalau orang tua itu tempatnya ridho dan anugerah dari tuhan. tanpa orang tua anak belum tentu bisa jadi apa-apa. Doa dari orang tua ibarat obat. Mujarab dalam hal apapun. Tapi orang tua juga sering jadi yang terlupakan dengan hal lain. Ya itu tadi, anak jaman sekarang cuma nganggep orang tua itu tempat minta duit aja tapi lupa kalau orang tua juga tempat minta doa.

Bukan bermaksud mengajari, tapi emang ini gue alamin selama ini. Masih engga percaya sama mujarabnya doa orang tua? Buktiin aja sendiri. Selamat berdoa, selamat bahagia, dan selamat sukses.




0 comment: